Analisis Gugatan Kasus Blending

BEBERAPA hari terakhir Masyarakat dihebohkan dengan berita yang cukup mengagetkan terkait penangkapan 7 orang oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi di linkungan Pertamina. Perusahaan yang selama ini dipercaya memonopoli kegiatan usaha bidang perminyakan oleh negara sesuai amanat UUD 1945 pasal 33 ayat khususnya ayat (2) dan (3) bahwa, Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Serta Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Ternyata tidak dijalankan sebagaimana mestinya bahkan tidak saja berpotensi merugikan keuangan negara, juga berpotensi merugikan masyarakat khususnya pengguna BBM Pertamax yang seharusnya membeli Pertamax ternyata hasil oplosan, sehingga terdapat selisih harga dapat dinilai sebagai kerugian dan kerugian karena potensi kerusakan kendaraan bermotor.

Sebagaimana penjelasan Kejaksaan Agung yang dilansir di beberapa media bahwa, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos di depo/storage menjadi Pertamax, Dimana saat pembelian Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax. “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92”.

Penanganan korupsi dalam kasus ini sesuai penjelasan dari Kajaksaan Agung yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga mencapai kurang lebih 193,7 Triliun sudah berjalan dan menjadi kewenangan aparat penegak hukum. Namun disamping itu ada potensi kerugian masyarakat yang harusnya berhak memperoleh ganti rugi. Hak yang dapat dituntut masyarakat selaku konsumen pengguna BBM Pertamax adalah ganti rugi, dan hak memperoleh jaminan bahwa penggunaan BBM di kemudian benar-benar sesuai kwalitas yang diharuskan. Jaminan ini merupakan kewajiban pemerintah untuk melakukan tindakan dan Langkah-langkah yang diperlukan agar BBM yang dibeli dan digunakan Masyarakat sesuai kwalitas yang sesuai.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, diatur antara lain pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang/jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha dalam hal ini Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

Gugatan dimaksud dapat diajukan secara langsung oleh seorang konsumen atau secara kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama (Class Action) atau oleh lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat. Dapat juga diajukan oleh pemerintah apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

Pemerintah dalam hal ini dapat diwakili oleh Jaksa selaku pengacara negara untuk mengajukan gugatan kepada pelaku usaha. Gugatan perdata ini tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang. Berkaitan acara Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) ini telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.

Dengan kejadian ini disamping dilakukan proses hukum pidana maupun perdata, juga perlu adanya evaluasi monopoli terhadap pegelolaan usaha di bidang perminyakan yang selama ini dijalankan oleh Pertamina, untuk dapat membuka peluang bagi beberapa pelaku usaha termasuk swasta, agar terjadi persaingan yang sehat dan masyarakat dapat memperoleh kesempatan untuk memilih dan memperoleh BBM yang benar-benar berkwalitas.

Dengan tindakan tegas dan berbagai upaya hukum yang dilakukan, dapat menjadi pembelajaran agar kejadian serupa yang menimbulkan kerugian besar baik bagi keuangan negara dan masyarakat luas tidak terulang Kembali di waktu yang akan datang. (Dr. R. Murjiyanto, S.H.,M.Kn, Dosen Fakultas Hukum Universitas Janabadra)

Sumber : KR_Blanding_Murjiyanto

https://www.krjogja.com/opini/1245740017/blending-pertamax-dan-potensi-kerugian-konsumen